Karya Imam Ibnu Rajab juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah.". Karya beliau, antara lain : al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, Futuhul Ghaib.
JAKARTA - Dalam lembaran sejarah Islam, setiap abad kita akan menemukan tokoh besar yang mendapatkan status mujaddid. Ini sesuai dengan hadis Rasul yang menyatakan bahwa setiap 100 tahun, Allah akan mengirimkan pembaru di kalangan umat Islam Sunan Abu Daud, jilid II 424.Jika mujaddid Islam pada abad ke-11 M/5 H adalah Imam al-Ghazali dan mendapat julukan hujjatul Islam karena keberhasilannya menggabungkan syariat dan tarekat secara teoritis, mutiara sejarah abad ke-12 M/6 H diduduki oleh seorang ulama yang berhasil memadukan antara syariat dan sufisme secara praktis-aplikatif. Karena itu, ia mendapat julukan quthubul auliya' serta ghautsul a'dzam, orang suci terbesar dalam Islam. Dia adalah Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Jika nama al-Ghazali dikenal dalam studi-studi tasawuf secara akademik melalui kitab-kitab teori sufinya, nama al-Jailani lebih membumi karena ajaran amaliahnya. Sehingga, dalam masyarakat Muslim, namanya sangat populer, dijadikan sarana wushuliyyah, serta selalu disebut dalam setiap acara-acara keagamaan, di samping manakib-nya yang juga banyak dibaca tentang riwayat hidup sang besar umat Islam Indonesia pernah mendengar nama tokoh ini. Demikian pula para pengkaji tasawuf di Barat dan Timur yang sangat menaruh hormat kepadanya karena keberhasilannya membumikan tasawuf bagi masyarakat Muslim hingga saat ini. Nama lengkapnya adalah Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani. Syekh Abdul Qadir dilahirkan di Desa Nif atau Naif, termasuk pada distrik Jailan disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil, Kurdistan Selatan, terletak 150 kilometer sebelah timur laut Kota Baghdad, di selatan Laut Kaspia, Iran. Wilayah ini dahulunya masuk ke bagian wilayah Thabarishtan, sekarang sudah memisahkan diri, dan masuk menjadi suatu provinsi dari Republik Islam dilahirkan pada waktu fajar, Senin, 1 Ramadhan 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M dan wafat di Baghdad pada Sabtu, 11 Rabiuts-Tsani 561 H/1166 biografi dikenal sebagai manakib tokoh sufi terpopuler ini penuh dengan fiksi, tanpa mendasarkan pada fakta-fakta sejarah. Padahal, ulama ini merupakan tokoh sejarah yang cukup besar dalam wacana pemikiran Islam, terutama sejarah tasawuf. Sehingga, para ulama banyak mengungkapkan bahwa Syekh Abdul Qadir merupakan mujtahid abad Walter Braune dalam bukunya Die 'Futuh al-Ghaib' des Abdul Qodir Berlin & Leipzig, 1933, ia adalah wali yang paling terkenal di dunia Islam. Sedangkan, penulis Muslim Jerman, Mehmed Ali Aini Un Grand Saint del Islam Abd al-Kadir Guilani, Paris, 1967, menyebut al-Jailani sebagai orang suci terbesar di dunia lahir sebagai anak yatim di mana ayahnya telah wafat sewaktu beliau masih dalam kandungan enam bulan di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Ayahnya, al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat, adalah ulama fuqaha ternama, Mazhab Hambali, dan garis silsilahnya berujung pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah ibunya adalah Ummul Khair Fathimah, putri Sayyid Abdullah Sauma'i, seorang sufi terkemuka waktu itu. Dari jalur ini, silsilahnya akan sampai pada Husain bin Ali bin Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan, akan sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi SAW, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Karena itu, ia diberi gelar pula dengan nama Syekh Abdul Qadir al-Jailani sudah tampak ketika dilahirkan. Konon, ketika mengandung, ibunya sudah berusia 60 tahun. Sebuah usia yang sangat rawan untuk melahirkan. Bahkan, ketika dilahirkan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Syekh Abdul Qadir al-Jailani tidak mau menyusu sejak terbit fajar hingga kebesaran Syekh Abdul Qadir al-Jailani bukan semata-mata karena faktor nasab dan karamahnya. Ia termasuk pemuda yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti luhur, jujur, dan berbakti kepada orang itu, kemasyhuran namanya karena kepandaiannya dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama. Ia menguasai ilmu fikih dan ushul fikih. Kendati menguasasi Mazhab Hanafi, ia pernah menjadi mufti Mazhab Syafi'i di samping itu, ia juga dikenal sangat alim dan wara. Hal ini berkaitan dengan ajaran sufi yang dipelajarinya. Ia suka tirakat, melakukan riyadhah dan mujahadah melawan hawa penguasaannya dalam bidang ilmu fikih, Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai peletak dasar ajaran tarekat Qadiriyah. Al-Jailani dikenal juga sebagai orang yang memberikan spirit keagamaan bagi banyak umat. Karena itu, banyak ulama yang menjuluki 'Muhyidin' penghidup agama di depan namanya.
Ilustrasi sholat di padang pasir. Foto istockSyekh Abdul Qodir Jaelani merupakan salah satu tokoh spiritual Muslim yang mempunyai pengaruh besar. Namanya pun dikenal oleh banyak masyarakat Indonesia, baik oleh masyarakat awam maupun di kalangan santri dan bukanlah suatu hal yang mengherankan, mengingat Syekh Abdul Qodir Jaelani adalah pendiri tarekat Qadiriyah. Beliau dijuluki sebagai pemimpin para wali Sulthan al-Auliya’ dan pemuka para sufi Imam al-Ashfiya’.Mengutip Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani Tokoh Sufi Kharismatik dalam Persaudaraan Tarekat tulisan M. Zainudin 2002 43 beliau mempunyai kedudukan mirip al-Ghazali sebagai seorang ahli fiqih yang menguasai usulnya usul al-fiqh dan memadukan antara tasawuf dengan Alquran dan sunnah Rasul. Berkat ilmu dan kepribadiannya yang luhur, beliau berhasil membumikan memperluas pengetahuan tentang tokoh-tokoh besar dalam sejarah Islam, simak biografi Syekh Abdul Qodir Jaelani berikut iniSyekh Abdul Qodir Jaelani, Ulama Besar yang SederhanaIlustrasi sufi. Foto ShutterstockMengutip Konsep Taubat Menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab Tafsir al-Jaelani tulisan Sisa Rahayu 2014, beliau lahir di Jaelan, sebelah selatan laut Kaspia, Iran pada tahun 1077 M/470 H. Beliau tumbuh besar di lingkungan keluarga yang sederhana. Kakeknya yang bernama Abdullah Saumi merupakan seorang sufi, sehingga al-Jaelani muda banyak menghimpun ilmu dari sang untuk menuntut ilmu mendorongnya untuk merantau ke Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban dan pengetahuan Islam. Kala itu usianya baru menginjak 18 tahun. Beliau tercatat pernah belajar dari banyak ulama besar pada zamannya, di antaranya yaitu Ali bin Aqil al-Hambali, Abu Zakariya Yahya bin Ali at-Tibrisi, dan Muhammad bin Hasan al-Baqilani. Sedangkan salah seorang pembimbingnya dalam tasawuf adalah Zainudin 2002 31, di masa-masa belajar beliau gemar mujahadah, yakni berjuang sungguh-sungguh melawan hawa nafsu dan menghindari perbuatan yang dilarang Allah SWT. Al Jaelani sering berpuasa dan tidak mau meminta-minta makanan meski kelaparan. Beliau juga hanya memakai jubah dari bulu domba usang dan menapaki jalanan Irak tanpa alas Baghdad, Irak saat ini. Foto Instagram/baghdadcityDi kemudian hari, al Jaelani menjadi tokoh ahli fiqih dan ahli sufi yang disegani. An Nadwi 1969 dalam buku Rijal al-Fikri wa’l-Da’wah fi’l-Islam menulis bahwa majelis pengajian al Jaelani dipenuhi oleh orang-orang Islam dari kalangan Kristen dan Yahudi, mantan perampok, pembunuh, dan para penjahat lainnya. Disebutkan beliau telah mengislamkan lebih dari 5000 orang Yahudi dan Nasrani serta menyadarkan lebih dari semua dimungkinkan karena kepribadian al Jaelani yang tawadhu rendah hati. Beliau akrab dengan para fakir miskin, tetangga, dan sangat memperhatikan anak-anak dan orang tua. Ini merupakan praktik dari ajaran tasawuf yang beliau menolong orang yang kesusahan. Foto FreepikDefinisi tasawuf menurut Syekh Abdul Qodir Jaelani adalah beriman kepada Allah SWT dan berperilaku baik kepada makhluk. Mengutip Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tulisan Said bin Mushfir al-Qathani, al Jaelani secara rinci memaknai tasawuf sebagai“Bertakwa kepada Allah, menaati-Nya, menerapkan syariat secara lahir, menyelamatkan hati, memgayakan hati, membaguskan wajah, melakukan dakwah, mencegah penganiayaan, sabar menerima penganiayaan dan kefakiran, menjaga kehormatan para guru, bersikap baik dengan saudara, menasehati orang kecil dan besar, meninggalkan permusuhan, bersikap lembut, melaksanakan keutamaan, menghindari dari menyimpan harta benda, menghindari persahabatan dengan orang yang tidak setingkat, dan tolong menolong dalam urusan agama dan dunia”Melansir jurnal Konsepsi Tasawuf Amali Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam Kitab Al-Ghunyah Li Thalib Thariq Al-Haq 2017 176, Syekh Abdul Qodir Jaelani wafat setelah menderita sakit selama satu hari satu malam. Beliau meninggal di usia 91 tahun, tepatnya pada Sabtu 10 Rabiul Awwal tahun 561 H. Hidupnya didedikasikan untuk berbuat baik, mengajar, dan membimbing Syekh Abdul Qodir Jaelani?Arti TasawufArti Mujahadah an-Nafs
CxHXF.